Langsung ke konten utama
Moderasi Beragama Menurut Injil Pengantar Konstan Bahang (editor)
Sudah sejak tahun 2019 Kementerian Agama sudah menerbitkan buku panduan tentang Moderasi Beragama. Buku itu dibuat lebih ringkas lagi dalam bentuk buku saku agar dapat menjadi panduan praktis yang gampang dibaca dan dipakai sebagai rujukan. Berdasarkan kedua buku itu, dilakukan kampanye dan sosialisasi tentang moderasi kehidupan beragama di seluruh Indonesia. Indonesia sebenarnya sudah jenuh dengan ulah ekstrimis bermotif agama. Kekacauan sosial yang dilakukan kelompok ekstrimis telah memakai ayat-ayat suci untuk memotivasi kekacauan sosial itu. Dan lebih parah lagi, hal itu dilakukan oleh para pemuka agama yang memanfaatkan penghayatan religius yang dangkal dan murahan dari para pengikutnya. Semua ini sudah harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia. Sudah banyak korban, manusia, materi, yang membuat bangsa ini bergerak ke belakang. Apakah agamaagama itu mengajarkan hal-hal yang merusak, ataukah orang salah mengartikan agama dan menggunakannya untuk kepentingan tertentu? Kementerian Agama merasa paling bertanggung jawab atas hal ini. Untuk mewujudkan tanggung jawabnya, LitBang Kemenag menyusun buku panduan untuk dijadikan program nasional menghambat gerakan dan kecenderungan ekstrim penghayatan agama dan memajukan penghayatan yang lebih moderat. Menurut Buku Saku Moderasi Beragama, moderasi adalah jalan tengah, sesuatu yang ada di antara dua hal yang buruk. Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian moderasi itu. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebihlebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya disebut moderat. Dalam lingkungan Kristen terkenal dengan adagium “Virtu stat in medio” (keutamaan berada di tengah-tengah) yang sejalan dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memuat arti tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang) dalam tradisi Islam, khususnya tradisi NUBuku ini merupakan rekaman dari diskusi itu. Perpaduan antara Konsep-konsep moderasi yang berkembang secara nasional dan berasal dari Persekutuan Gereja aras nasional dipadukan dengan pergumulan konkret masyarakat Papua. Dari paduan ini akan muncul suatu inisiatif-inisiatif moderasi beragama yang sesuai dengan konteks Papua. Bagaimana pergumulan dan saran-saran usaha moderasi ini kita akan temukan dalam buku ini. Selamat membaca! Dr. Konstantinus Bahang OFM (editor)

Komentar